"…Dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."
Salah satu skema
transaksi non riba adalah Murabahah, yaitu akad jual beli barang
dimana pembeli dan penjual menegaskan harga beli kepada pembeli, dan
pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai keuntungan bagi penjual.
Contoh: Bank
syariah ABC yang bertindak sebagai penyedia dana, membeli terlebih dahulu 1
unit mobil kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) A, atas pesanan nasabah Tn. B.
Bank menetapkan margin tertentu, dan disepakati melalui kontrak murabahah
dengan nasabah.
Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor Fatwa DSN MUI
No. 04/DSN-MUI/IV/2000, mengatur ketentuan umum Murabahah sebagai berikut:
- Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah
yang bebas riba.
- Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh
syari’ah Islam.
- Bank membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
- Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas
nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
- Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
- Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang
kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
- Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati
tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
- Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau
kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus
dengan nasabah.
- Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Pada transaksi
murabahah, bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan, supaya nasabah
serius dengan pesanannya.
Pengaturan tentang penundaan pembayaran dalam Murabahah sbb:
1.Nasabah
yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.
2.Jika
nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
PPN Transaksi Murabahah
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas transaksi jual beli. Skema murabahah ini
menjadi polemik, karena perbankan syariah menganggap transaksi dengan akad ini pada dasarnya sama dengan konsep pembiayaan.
Apabila murabahah dikenai PPN, perbankan syariah tidak dapat bersaing dengan bank konvensional. Pada saat itu, pemerintah menerbitkan PMK-251/PMK.011/2010 tentang PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk transakasi murabahah di Tahun Anggaran 2010. Langkah ini diambil, untuk memberikan kepastian hukum, dan mengembalikan PPN yang terlanjur dipungut oleh Bank Syariah.
UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menyudahi polemik ini.
Pasal 1A ayat
(1) UU HPP menyatakan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, penyerahannya
dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
Berdasarkan contoh diatas, meskipun secara prinsip syariah Bank ABC membeli mobil terlebih dahulu kepada PKP A, kemudian dijual kepada Tn.B, namun UU HPP menganggap penyerahan tsb dilakukan secara langsung dari PKP A ke nasabah Tn. B. Tidak ada isu Dobel PPN disini.
Keselarasan pengaturan PPN untuk transaksi pembiayaan syariah dengan konvensional diharapkan dapat mendorong pertumbuhan transaksi syariah di Tanah Air.
Comments
Post a Comment