Polemik Pajak Waris

 Menyikapi polemik yang sedang hangat diperbincangkan khalayak ramai, kali ini penulis mencoba membahas aspek perpajakan seputar waris. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefiniskan warisan sebagai sesuatu yang diwariskan seperti harta, nama baik, atau harta pusaka. 

Dalam konteks perpajakan, warisan dibagi dalam dua jenis yaitu warisan yang belum terbagi dan yang sudah dibagi. 

a. Warisan yang belum terbagi 
Warisan yang belum terbagi adalah subjek pajak yang menggantikan pewaris yang telah wafat. Sepanjang harta benda pewaris belum dibagi, maka harta tersebut masih harus dilaporkan pada SPT Tahunan PPh pewaris.
Apabila harta tersebut menimbulkan penghasilan, (misalnya rumah yang disewakan), maka penghasilan tersebut tetap terutang pajak, dan dipotong PPh dengan menggunakan NPWP pewaris.

b. Warisan yang sudah dibagi
Warisan yang sudah dibagi adalah harta peninggalan pewaris yang telah diserahkan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan terlebih dahulu memperhitungkan pembayaran hutang pewaris jika ada, dan kesepakatan antar ahli waris. Harta yang selesai dibagi tidak lagi menjadi objek pajak bagi pewaris.

Pajak Penghasilan 
 
Secara umum, pengalihan hak atas tanah/bangunan dikenakan PPh Pasal 4(2) yang bersifat final. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah bruto nilai pengalihan, dengan tarif sbb:

- 2,5% untuk penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- 1% untuk penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- 0% dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, BUMN yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau BUMD yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

UU PPh menyatakan bahwa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan DIKECUALIKAN dari pengenaan PPh. Sehingga ahli waris tidak dikenakan Pajak Penghasilan atas tanah atau bangunan yang diperoleh dari pewaris. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Pasal 200 ayat (1) huruf d, PMK-81/2024.
an atau pemungutan PPh yaitu pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris

Baca artikel CNN Indonesia "DJP Pastikan Warisan Tidak Kena Pajak Penghasilan" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250913155928-532-1273341/djp-pastikan-warisan-tidak-kena-pajak-penghasilan.

Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/
yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh yaitu pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris

Baca artikel CNN Indonesia "DJP Pastikan Warisan Tidak Kena Pajak Penghasilan" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250913155928-532-1273341/djp-pastikan-warisan-tidak-kena-pajak-penghasilan.

Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/

Namun demikian, untuk mendapatkan pengecualian tersebut, harus melalui mekanisme penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh. Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-8/PJ/2023 mengatur dokumen yang harus disampaikan sebagai kelengkapan permohonan pengajuan SKB PPh sebagai berikut: 
  • Formulir;
  • Surat Pernyataan Waris;
  • Silsilah keluarga;
  • Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) penerima dan pewaris;
  • Surat pernyataan pewaris lain tidak keberatan;
  • Akta tanah;
  • Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir;
  • Akta kematian atau dokumen sejenis.
Setelah permohonan beserta seluruh kelengkapan dokumen diverifikasi, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan menerbitkan SKB PPh sehingga proses balik nama tanah/bangunan tersebut TIDAK dikenai pajak penghasilan. 

Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
 
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
Sebelumnya BPHTB merupakan jenis pajak pusat, namun setelah adanya UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB berubah menjadi pajak daerah. 
 
Sesuai Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009 bahwa objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan. Berdasarkan Undang-Undang ini, tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5%, dan harus ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Perolehan tersebut diantaranya dapat berasal dari pemindahan hak karena terjadi jual-beli, penunjukan pembeli dalam lelang, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.

Berikut objek yang dikenakan BPHTB:

  1. Jual beli
  2. Tukar menukar
  3. Hibah
  4. Waris
  5. Hibah wasiat
  6. Pemasukan dalam perseroan maupun badan hukum lain
  7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
  8. Penunjukan pembeli saat lelang
  9. Pelaksanaan putusan hakim dengan kekuatan hukum tetap
  10.  Penggabungan usaha
  11.  Peleburan usaha
  12.  Pemekaran usaha
  13.  Hadiah 
Simpulan
Pengalihan hak atas tanah/bangunan karena waris, tidak dikenai Pajak Penghasilan, namun tetap dikenai Bea Perolehan Hak atas Tanah/Bangunan, sesuai ketentuan Pemerintah Daerah setempat.
 

Comments