Imbalan Pasca Kerja; PSAK 219 vs UU PPh
PSAK 219 adalah standar akuntansi yang mengatur tentang pencatatan, pengukuran, dan pelaporan imbalan kerja karyawan. Standar ini sebelumnya dikenal sebagai PSAK 24 dan telah mengalami perubahan nomenklatur serta penyesuaian untuk menyelaraskan dengan standar akuntansi global.
Standar ini mewajibkan entitas untuk mengakui kewajiban dan beban imbalan kerja (seperti pensiun dan pesangon) dengan menggunakan metode aktuaria yang lebih akurat. Ruang lingkup PSAK 219 sebagai berikut:
Jenis imbalan kerja yang diberikan oleh entitas:
|
Jenis imbalan |
Contoh |
|
Imbalan Jangka Pendek |
gaji, upah, bonus, cuti kurang dari 12 bulan |
|
Imbalan Pasca Kerja |
program pensiun atau tunjangan setelah masa kerja berakhir |
|
Imbalan Jangka Panjang Lainnya |
penghargaan masa kerja, tunjangan cacat permanen (lebih dari 12 bulan) |
|
Pesangon |
kompensasi karena pemutusan hubungan kerja |
|
Imbalan Berbasis Ekuitas |
opsi saham (PSAK 53) |
Kali ini penulis membahas spesifik tentang Imbalan Pasca Kerja (IPK), serta implikasinya terhadap perpajakan.
Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), yaitu program pensiun di mana besar iurannya (dari perusahaan dan/atau karyawan) sudah pasti, sedangkan manfaat pensiunnya tidak ditentukan karena bergantung pada total akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. Dana yang diinvestasikan dalam program ini dikelola atas nama peserta dan setiap peserta menanggung sendiri risiko investasi yang terjadi.
Contoh: Pada bulan September 2025, PT Adil Makmur membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun untuk 50 orang karyawannya sebesar Rp100.000.000,-.
Jika iuran tersebut dibayar seluruhnya secara tunai:
Beban 100.000.000
Kas 100.000.000
Jika dibayar tunai 75.000.000, sisanya belum dibayar:
Beban 100.000.000
Kas 75.000.000
Liabilitas jangka pendek 25.000.000
Pembayaran iuran pensiun oleh pemberi kerja dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal, sepanjang pendirian Dana Pensiun telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Program pensiun imbalan pasti (PPMP), yaitu program pensiun di mana besaran manfaat pensiun yang akan diterima peserta telah ditentukan di awal berdasarkan rumus tertentu, seperti masa kerja dan gaji terakhir. Dalam program ini, perusahaan menanggung seluruh risiko investasi dan bertanggung jawab penuh atas pemenuhan manfaat yang dijanjikan kepada karyawan.
Program Imbalan Pasti menuntut perusahaan untuk secara hati-hati mengelola kewajiban dan aset terkait dan memastikan pencatatan dalam laporan keuangan mencerminkan kondisi sebenarnya. Risiko utama berasal dari perubahan asumsi aktuarial dan hasil investasi, sehingga pengelolaan dan pengungkapan yang baik sangat penting untuk transparansi.
Pencatatan Program Imbalan Pasti sbb:
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti (NKKIP):
- Biaya Jasa:
- Biaya Jasa Kini
- Biaya Jasa Lalu
- Pembayaran Pensiun
- Biaya Bunga (Interest Cost)Remeasurement: (Keuntungan/kerugian aktuarial) → OCI (Other Comprehensive Income).
Nilai Wajar Aset Program (NWAP) sbb:
- Pendapatan Bunga Aset
- Program
- Iuran
- Pembayaran Pensiun
- Remeasurement: (Keuntungan/kerugian aktuarial) → OCI (Other Comprehensive Income).
Ketentuan Perpajakan tidak mengakui pendapatan/beban yang belum terealisasi. Oleh karena itu, harus dilakukan koreksi fiskal terhadap pendapatan/beban terkait manfaat pasti yang sifatnya perkiraan/penilaian, sebagaimana dijabarkan pada ilustrasi berikut:
Secara komersial, beban imbalan pasca kerja dibebankan pada laba rugi tahun berjalan, terdiri dari beban jasa kini, beban bunga, dan beban jasa lalu. Namun beban ini bersifat unrealised, sehingga tidak diakui secara fiskal. (dilakukan koreksi fiskal positif).
Selanjutnya, penyesuaian pengalaman pada kewajiban dan perubahan asumsi keuangan disajikan pada laba komprehensive lainnya. Akun ini juga bersifat unrealised, sehingga dilakukan koreksi fiskal positif.
Sedangkan pembayaran IPK, (baik berupa pensiun maupun pesangon) kepada karyawan merupakan pengurang saldo cadangan IPK telah dikoreksi fiskal positif, sehingga saat realisasi (pembayaran) IPK dilakukan koreksi fiskal negatif. Pembayaran ini merupakan objek PPh Pasal 21 bagi penerimanya.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis. (ES/2025)
Dasar hukum:
- PSAK 219
- UU PPh
Comments
Post a Comment