Research & Development: POV Komersial vs Fiskal
Definisi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan riset sebagai penyelidikan (penelitian) suatu masalah secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta yang baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Penelitian juga dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mencari ilmu pengetahuan baru; pencarian yang bersistem untuk menemukan tantangan hal yang belum diketahui.
Sedangkan PSAK 238 tentang Aset Tak Berwujud memisahkan terminologi penelitian (research) dan pengembangan (development) mejadi 2 hal yang berbeda.
Penelitian adalah penelitian orisinal dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru.
Pengembangan adalah penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana atau rancangan untuk memproduksi bahan baku, alat, produk, proses, sistem, atau jasa yang sifatnya baru atau yang mengalami perbaikan substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian.
GAAP vs IFRS
General Accepted Accounting Principles (GAAP) mewajibkan untuk membebankan biaya Penelitian dan Pengembangan (R&D) pada tahun buku yang sama dengan pengeluaran tersebut. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengukur tingkat pengembalian aset/investasi, serta mengakibatkan laba/rugi entitas menjadi sangat fluktuatif.
International Financial Accounting Standard (IFRS) menerapkan pendekatan yang berbeda. Sebagian biaya penelitian dan pengembangan dapat dikapitalisasi, namun dengan pertimbangan dan subjektivitas, sehingga menimbulkan risiko inkonsistensi penyajian dalam laporan keuangan.
PSAK 238
Pengeluaran yang timbul dari kegiatan penelitian tidak diakui sebagai aset, namun diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Sedangkan pengeluaran atas kegiatan pengembangan diakui sebagai aset tak berwujud (dikapitalisasi) jika memenuhi semua hal berikut:
- Kelayakan teknis penyelesaian;
- Niat menyelesaikan dan menggunakan atau menjualnya;
- Kemampuan menggunakan atau menjual;
- Kemungkinan besar menghasilkan manfaat ekonomis masa depan;
- Tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan dan, menggunakan atau menjualnya;
- Kemampuan mengukur secara andal pengeluaran terkait aset tersebut.
Contoh:
PT Arinda Kita mengeluarkan biaya untuk menemukan teknologi baru yang akan digunakan untuk memperbaiki proses produksi. Jumlah pengeluaran sebagai berikut:
- Biaya riset Rp1.000.000.000,-
- Pelatihan teknologi baru untuk staf Rp100.000.000,-
- Biaya percobaan Rp50.000.000,-
- Kerugian operasi awal Rp80.000.000,-
Pengeluaran yang dibebankan pada tahun terjadinya sbb:
Kerugian operasi awal 80.000.000
Pelatihan teknologi baru untuk staf 100.000.000
Jumlah beban 180.000.000
Jurnal:
Beban kerugian operasi awal 80.000.000
Beban pelatihan 100.000.000
Kas/Utang 180.000.000
Pengeluaran yang dikapitalisasi sebagai aset sbb:
Biaya perolehan 1.000.000.000
+/+ biaya percobaan 50.000.000
Jumlah Aset tak berwujud 1.050.000.000
Jurnal:
Aset Tak Berwujud 1.050.000.000
Kas/Utang 1.050.000.000
Apabila memiliki masa manfaat terbatas, biaya pengembangan tersebut diamortisasi sepanjang masa manfaatnya. Amortisasi dimulai saat aset tersedia untuk digunakan, dan dihentikan pada waktu mana yang lebih dulu antara saat aset digolongkan sebagai ATUD (Aset Tersedia Untuk Dijual) atau saat aset dihentikan pengakuannya.
Berikut jurnal pembebanan amortisasi:
Beban amortisasi xxx
Akumulasi Amortisasi xxx
Apabila masa manfaatnya tidak terbatas, maka biaya pengembangan tersebut dilakukan impairment test setiap tahun, atau kapanpun terjadi penurunan nilai. Masa manfaat tak terbatas bisa berubah menjadi terbatas berdasarkan hasil telaahan setiap periode akuntansi.
Ketentuan Perpajakan
Pasal 11A UU PPh mengatur bahwa amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar (metode garis lurus) atau dalam bagian-bagian yang menurun (saldo menurun) selama masa manfaat.
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Masa manfaat dan tarif amortisasi fiskal sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut dijabarkan pada KMK-769/KMK.04/1990, dimana pengeluaran dibagi dalam 3 kategori:
- Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan harus disusutkan/diamortisasi, pembebanan biaya tersebut harus dilakukan dengan disusutkan/diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b jo. Pasal 11 UU PPh;
- Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hari, dibebankan sebagai biaya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.
- Biaya di luar biaya sebagaimana dimaksud butir 1 dan butir 2, perlakuan perpajakannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.
SE-22/PJ.31/1990 menambahkan penjelasan biaya R & D sebagai berikut:
- Biaya-biaya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan harus disusutkan/diamortisasi, misalnya gedung untuk penelitian dan pengembangan, perlengkapan dan alat-alat laboratorium litbang dan sebagainya, maka biaya tersebut harus disusutkan/diamortisasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b jo pasal 11 UU PPh.
- Biaya-biaya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hari, yang nyata-nyata dikeluarkan dalam rangka litbang, seperti biaya pegawai untuk litbang, pembelian bahan-bahan penelitian dan sebagainya, dibebankan sebagai biaya usaha sehari-hari dalam tahun pajak di mana pengeluaran tersebut nyata-nyata dilakukan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.
- Biaya-biaya litbang selain biaya-biaya sebagaimana disebutkan dalam butir 1 dan 2 di atas, misalnya biaya konsultan yang memborong pekerjaan litbang tersebut yang jumlahnya cukup material, perlakuan perpajakannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Apabila perusahaan menganggap bahwa biaya tersebut cukup material jumlahnya sehingga akan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan harga pokok barang yang dihasilkan sehingga melemahkan daya saing, maka pembebanan biaya ini oleh perusahaan akan dilakukan dengan cara amortisasi. Dalam hal demikian maka secara fiskal pembebanan biaya tersebut juga dilakukan dengan cara amortisasi.
Insentif Pajak R&D
Untuk mendorong perkembangan riset di Indonesia, pemerintah memberikan insentif perpajakan untuk kegiatan R&D berupa penambahan masa kompensasi kerugian dan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300%. Syarat dan ketentuan berlaku, sesuai PMK-153/2020 jo PMK-11/2025, jo PMK-11/2025.
Menteri Keuangan pada acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025 di Institut Teknologi Bandung, Kamis (7/8/2025) menyampaikan bahwa per bulan Agustus 2025, wajib pajak yang mengajukan insentif terkait R&D berjumlah 30 perusahaan dengan 225 proposal, dan telah direalisasikan sejumlah 9 wajib pajak dengan 19 proposal.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.
(ES/2025)
Dasar Hukum:
- Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 238 tentang Aset Tak Berwujud;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh);
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-769/KMK.04/1990 tentang Perlakukan Perpajakan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research & Development) yang Dilakukan oleh Perusahaan;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ.31/1990 tentang Perlakukan Perpajakan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research & Development) yang Dilakukan oleh Perusahaan;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-153/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-11/2025 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Comments
Post a Comment