Selisih Kurs: POV Komersial vs Fiskal
Transaksi bisnis lintas negara semakin meningkat. Pembayaran melalui berbagai mata uang digunakan pada kegiatan ekspor - impor, pembayaran jasa, penempatan investasi, dsb. Penggunaan mata uang yang berbeda mengakibatkan timbulnya gain (keuntungan) atau lost (kerugian).
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 221 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, mendefinisikan selisih kurs sebagai selisih yang timbul dari penjabaran sejumlah mata uang tertentu ke dalam mata uang lain dengan kurs yang berbeda.
“Pada pengakuan awal, transaksi valuta asing dicatat dalam mata uang fungsional. Jumlah valuta asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang fungsional dan valuta asing pada tanggal transaksi”.
Mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama entitas beroperasi, atau mata uang yang biasa digunakan entitas tersebut beroperasi. Sedangkan kurs spot adalah kurs untuk realisasi segera, atau kurs yang ada saat transaksi itu terjadi.
Artinya, transaksi dalam mata uang asing antara dua pihak, saat pelaporan harus ditranslasi ke dalam mata uang fungsional masing-masing, sehingga muncul laba/rugi selisih kurs.
Selisih kurs dicatat pada saat transaksi diselesaikan atau saat akhir periode pelaporan keuangan. Pencatatan selisih kurs menjadi penting karena menunjukkan nilai transaksi dan mempengaruhi laba rugi entitas secara keseluruhan.
Entitas sering menggunakan instrumen hedging (lindung nilai) untuk mengunci nilai tukar di masa depan. Hal ini menghindari risiko rugi kurs yang tinggi ketika fluktuasi kurs terjadi dengan nilai signifikan.
Secara akuntansi, selisih kurs karena translasi/penjabaran laporan keuangan dicatat di Other Comprehensive Income (OCI), sedangkan keuntungan atau kerugian dari transaksi bisnis sehari-hari dilaporkan di laporan laba rugi.
Bagaimana dengan selisih kurs menurut ketentuan perpajakan?
Secara fiskal, pada dasarnya laba selisih kurs merupakan penghasilan, sedangkan rugi selisih kurs dapat dikurangkan sebagai biaya.
Pasal 4 ayat (1) huruf I UU PPh:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing”
Pasal 6 ayat (1) UU PPh:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
e. kerugian selisih kurs mata uang asing.”
Namun demikian, hanya keuntungan selisih kurs terealisasi yang diakui sebagai penghasilan dan kerugiannya dapat dibiayakan. Sebaliknya, keuntungan dan kerugian yang tidak/belum terealisasi tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya menurut pajak.
Laba/rugi selisih kurs juga harus tunduk kepada Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 menyebutkan bahwa:
“Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. tidak termasuk objek pajak;
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.”
Contoh Soal:
PT Aman Sentosa adalah importir alat kesehatan.
|
No. |
Tanggal |
Uraian |
|
1. |
10 Oktober 2025 |
Pembelian bahan baku dari USA sebesar $10.000, kurs Rp15.000 |
|
2. |
31 Desember 2025 (tanggal pelaporan) |
PT Aman Sentosa belum melakukan pembayaran kepada pemasok. Pada tanggal ini, kurs tengah Bank Indonesia (BI) adalah Rp15.200 per USD.
|
|
3. |
3 Februari 2026 |
PT Aman Sentosa melunasi utangnya. Kurs yang berlaku pada tanggal pembayaran tersebut adalah Rp 15.100 per USD |
Hitunglah laba/rugi selisih kurs yang diakui secara fiskal dan jelaskan perlakuan koreksi fiskalnya!
Jawaban:
Pencatatan secara komersial sebagai berikut:
|
No. |
Tanggal |
Uraian |
|
1. |
10 Oktober 2025 (saat pembelian) |
Persediaan Bahan Baku Rp150.000.000 Utang Usaha Rp150.000.000 |
|
Nilai utang = $10.000 x Rp 15.000 = Rp150.000.000
|
||
|
2. |
31 Desember 2025 (tanggal pelaporan) |
Rugi Selisih Kurs Belum Terealisasi Rp2.000.000 Utang Usaha Rp2.000.000 |
|
Nilai utang baru = 10.000 USD x Rp15.200 = Rp152.000.000 Perubahan nilai utang = Rp152.000.000 - Rp150.000.000 = Rp2.000.000 |
||
|
3. |
3 Februari 2026 (saat pelunasan) |
Utang Usaha Rp 152.000.000 Kas Rp 151.000.000 Laba Selisih Kurs Terealisasi Rp 1.000.000 |
|
Jumlah yang dibayarkan: 10.000 USD x Rp 15.100 = Rp151.000.000 Nilai buku utang: Rp 152.000.000 Selisih: Rp 152.000.000 - Rp 151.000.000 = Rp 1.000.000 Karena pembayaran lebih kecil dari nilai buku utang, perusahaan mencatat laba selisih kurs. |
Perhitungan selisih kurs fiskal:
Secara fiskal, keuntungan/kerugian selisih kurs diakui pada saat terealisasi, sehingga secara fiskal, laba/rugi selisih kurs yang diakui hanya saat pelunasan.
|
Tanggal |
Uraian |
Komersial |
Koreksi Fiskal |
Fiskal |
|
31 Des 2025 |
Rugi Selisih Kurs (Belum Terealisasi) |
(2.000.000) |
2.000.000 |
0 |
|
3 Feb 2026 |
Laba Selisih Kurs (Terealisasi) |
1.000.000 |
(2.000.000) |
(1.000.000) |
|
Total |
(1.000.000) |
(1.000.000) |
(1.000.000) |
|
Pada Tahun Buku 2025, dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp2.000.000,-
Pada Tahun Buku 2026, dilakukan koreksi fiskal negatif sebesar Rp2.000.000,-
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis (ES/2025)
Dasar Hukum:
- PSAK 221 tentang Pengaruh Perubahan Valuta Asing
- UU PPh
- PP 92/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Comments
Post a Comment