Suami Istri Lapor Pajak Terpisah, Begini Aturannya

 

Sistem pengenaan pajak berdasarkan UU PPh menganggap keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, dimana penghasilan maupun kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan dalam satu subjek pajak tunggal. Satu keluarga cukup memiliki 1 NPWP yang terdaftar atas nama kepala keluarga.

Keluarga dalam pengertian ini adalah suami, istri, dan anak yang belum dewasa. Definisi anak yang belum dewasa menurut UU PPh adalah anak yang belum berumur 18 tahun.  

Namun demikian, terdapat kondisi dimana pasangan suami istri dapat melaporkan pajak secara terpisah. Pasal 8 ayat (2) UU PPh menyatakan bahwa suami istri dikenai pajak secara terpisah apabila:

  1. Suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; 
  2. Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, atau; 
  3. Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

Perbedaan ketiganya disajikan pada tabel berikut:  Contoh:

Pak Amran dan Bu Intan berstatus menikah dan dikaruniai 2 orang anak yang berusia 8 dan 11 tahun, dan menanggung 1 orang mertua. Suami istri tersebut bekerja sebagai karyawan pada perusahaan yang berbeda, dan memilih untuk menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah.

Penghasilan neto pak Amran Tahun Pajak 2024 adalah Rp150juta. Sedangkan Bu Intan memiliki penghasilan neto sebesar Rp100juta. Selain sebagai karyawan, Bu Intan juga menjalankan usaha catering dengan omset Rp1miliar setahun.

Maka perhitungan PPh OP keduanya jika berstatus HB, PH, dan MT adalah sebagai berikut:

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis. (ES/2025)

Dasar hukum:

UU PPh

 

 

 

 

 

Comments