Poligami, Bagaimana Status PTKP Suami?
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah jumlah penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan. Pendapatan neto dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP, kemudian dikenakan PPh sesuai tarif progresif yang berlaku.
Ketentuan mengenai PTKP terdapat dalam Pasal 7 UU PPh. Penyesuaian besarnya PTKP dapat dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dengan mempertimbangkan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Idealnya, besaran PTKP tidak lebih kecil dari Upah Minimum Regional (UMR) atau Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yaitu kebutuhan dasar seseorang untuk hidup layak.
Penyesuaian terbaru besaran PTKP terdapat pada Pasal 1 PMK-101/PMK.010/2016 sebagai berikut:
- Rp54 juta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi;
- Rp4,5 juta tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung denganpenghasilan suami;
- Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Yang dimaksud “menjadi tanggungan sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak. Meskipun tinggal serumah, apabila berpenghasilan maka tidak dapat menjadi tanggungan dalam PTKP.
Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Misalnya, pada tahun 2024 status PTKP pak Andi adalah K/1. Pada tanggal 10 Januari 2025 lahir anak kedua. PTKP Pak Andi untuk tahun 2025 tetap K/1, sedangkan anak yang baru lahir tersebut menambah tanggungan pada PTKP tahun 2026 menjadi K/2.
Bagaimana jika seorang suami memiliki lebih dari 1 istri?
UU Perkawinan No. 1/1974 dan PP 9/1975 menyatakan bahwa poligami sah secara hukum negara apabila memenuhi persyaratan dalam UU tersebut.
UU PPh menyatakan bahwa suami, istri, dan anak yang belum dewasa merupakan suatu kesatuan ekonomi (family tax unit). Istri tidak wajib melakukan kewajiban perpajakan karena sudah mewakilkan kepada suami. UU PPh dan PMK-101/2016 hanya memperhitungkan 1 status kawin, sehingga hanya 1 istri yang diperbolehkan menjadi tanggungan dalam PTKP suami. Tidak ada tambahan PTKP lagi untuk istri kedua, ketiga, dan keempat.
Ketentuan perpajakan tidak mengatur istri mana yang menjadi tanggungan dalam PTKP suami. Jadi, keluarga tersebut dapat memilih istri mana yang menjadi tanggungan suami, asalkan perkawinannya sah menurut negara. Bagaimana dengan istri lain yang tidak bergabung dalam PTKP suami? Istri tersebut harus memiliki NPWP dan menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri, terpisah dari suaminya. Status PTKP dalam SPT istri tersebut adalah Tidak Kawin (TK). Sedangkan anak-anak yang lahir dari para istri tersebut, tetap dapat menjadi tanggungan suami, maksimal sejumlah 3 tanggungan.
(Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis)
Dasar Hukum:
1. UU PPh;
2. UU Perkawinan No. 1/1974;
3. PP 9/1975;
4. PMK- 101/2016
Comments
Post a Comment